Peran Strategis Survei Harga Ikan dalam Pemantauan Stok dan Fluktuasi Harga dalam Perspektif Ketahanan Pangan Laut

Survei harga ikan memainkan peran penting dalam sistem informasi perikanan nasional. Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya laut yang besar, namun masih menghadapi tantangan dalam menjaga stabilitas harga dan distribusi stok ikan yang merata. Ketergantungan pada perikanan tangkap, dampak iklim, serta hambatan logistik di wilayah kepulauan menjadi penyebab fluktuasi harga ikan yang cukup tinggi. Dalam kondisi ini, survei harga ikan menjadi alat vital dalam menghasilkan data akurat yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan berbasis bukti, khususnya dalam menjamin ketahanan pangan laut (Garcia & Rosenberg, 2010; FAO, 2020).

Manfaat strategis dari survei harga ikan meliputi beberapa aspek penting. Pertama, harga ikan yang terus meningkat dalam waktu tertentu dapat menjadi indikator awal menurunnya ketersediaan stok ikan di alam. Nanda (2023) menekankan bahwa survei harga membantu pemerintah mendeteksi gejala overfishing dan mendukung pendekatan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem. Kedua, fluktuasi harga yang disebabkan oleh musim paceklik, bencana, atau hambatan distribusi dapat dimitigasi melalui kebijakan berbasis data hasil survei, seperti penguatan logistik rantai dingin dan distribusi ikan beku (Setiawan et al., 2019). Survei harga ikan juga mendukung program sosial seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) di daerah pesisir dengan memperkirakan kebutuhan pasokan secara tepat.

Selain itu, survei harga ikan memperkuat sistem statistik perikanan nasional. Data yang terstandar dan konsisten memungkinkan analisis spasial dan temporal yang lebih akurat, sejalan dengan prinsip Satu Data Indonesia (BPS, 2021). Survei harga ikan juga berfungsi menjembatani kepentingan antara nelayan dan konsumen. Ketika harga terlalu rendah, nelayan bisa dirugikan, sebaliknya jika terlalu tinggi, konsumen menjadi terbebani. Dalam konteks ini, survei harga dapat digunakan untuk menetapkan harga referensi (price reference) yang adil (Junaidi & Kurniawan, 2021), sekaligus menjaga keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir.

Kepulauan Bangka Belitung merupakan contoh konkret wilayah yang sangat bergantung pada sumber daya laut, namun juga rentan terhadap disparitas harga ikan. Wilayah ini memiliki potensi perikanan tangkap yang tinggi, terutama ikan demersal dan pelagis kecil. Namun karena lokasinya yang terpisah dari daratan utama, Bangka Belitung kerap mengalami fluktuasi harga akibat keterbatasan logistik, terutama saat cuaca ekstrem atau pasokan terganggu. Implementasi survei harga ikan yang konsisten dan terintegrasi di wilayah ini sangat penting untuk memantau kestabilan pasar lokal, mengidentifikasi gejala penurunan stok, serta mendorong intervensi kebijakan yang kontekstual. Survei harga juga dapat menjadi dasar dalam mengatur distribusi ikan beku antar pulau serta memperkuat program ketahanan pangan laut berbasis komunitas.

Namun, pelaksanaan survei harga ikan tidak lepas dari tantangan, seperti keterbatasan enumerator, minimnya insentif, rendahnya frekuensi survei, serta belum terintegrasinya data antarwilayah. Kurangnya infrastruktur digital di daerah juga memperburuk akurasi dan keterkinian data. Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi digital berbasis input data waktu nyata (real-time), pelibatan komunitas nelayan dalam pengumpulan data (citizen science), dan integrasi hasil survei ke dalam dashboard nasional merupakan rekomendasi strategis untuk masa depan.

Sebagai kesimpulan, survei harga ikan bukan hanya alat pemantauan ekonomi, tetapi juga instrumen penting dalam menjaga keseimbangan ekologi laut dan perlindungan sosial ekonomi pelaku perikanan kecil. Dengan mengintegrasikan survei harga ke dalam sistem informasi yang komprehensif, Indonesia dapat memperkuat ketahanan pangan laut yang lebih adil, adaptif, dan berkelanjutan terutama di wilayah kepulauan seperti Bangka Belitung yang selama ini rentan terhadap gejolak pasokan dan harga.

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2021). Pedoman Statistik Perikanan. BPS RI.

Food and Agriculture Organization. (2020). The State of World Fisheries and Aquaculture 2020: Sustainability in action. FAO. https://doi.org/10.4060/ca9229en

Garcia, S. M., & Rosenberg, A. A. (2010). Food security and marine capture fisheries: Characteristics, trends, drivers and future perspectives. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences, 365(1554), 2869–2880. https://doi.org/10.1098/rstb.2010.0171

Junaidi, M., & Kurniawan, R. (2021). Strategi pengendalian harga ikan di daerah tertinggal: Pendekatan distribusi dan logistik dingin. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 11(1), 21–33. https://doi.org/10.32528/jikp.v11i1.4399

Nanda, M. M. (2023). Survei harga ikan sebagai pendukung sistem statistik sektoral perikanan daerah. Prosiding Simposium Nasional Perikanan, 14(1). https://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/psnp/article/view/14020

Satria, A., & Adhuri, D. S. (2018). Fisheries governance and resource sustainability in Indonesia. Marine Policy, 92, 262–267. https://doi.org/10.1016/j.marpol.2018.01.009

Setiawan, B., Anshari, F. A., & Wibowo, D. (2019). Volatilitas harga ikan dan implikasinya terhadap distribusi di pasar rakyat. Jurnal Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, 14(2), 95–108. https://doi.org/10.15578/jsekp.v14i2.7734

Penulis: 
Merly Meka Nanda, S.St.Pi
Sumber: 
Analis Pasar Hasil Perikanan Ahli Pertama